Minggu, 16 Maret 2014

Tugas resume



RESUME
UANG KEPENG DI BALI


Drs. Jajang Suryana. M.Si
Pendidikan Seni Rupa


 Diresume
Oleh
Ketut Ariningsih                                       (1111031197)



KELAS E
SEMESTER VI


JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2014




   Saturday, 29 August 2009

By
Drs. Jajang Suryana. M.Si
Diresume
Oleh
Ketut Ariningsih
1111031197



Panji Koming dan Pailul, tokoh kartun ciptaan Dwi Koendoro, masih menggunakan uang "kepeng" untuk kegiatan transaksi jual beli mereka. Kedua tokoh tersebut adalah tokoh zaman Nusantara Lama yang dihadirkan kembali untuk “menyungging” kehidupan masa kini oleh pekartunnya dalam koran Kompas Minggu. Uang kepeng, bagi mereka, adalah nyawa kehidupan sehari-hari. Jauh setelah zaman Panji Koming, di Bali, uang kepeng masih memiliki harga yang tinggi. Bahkan, banyak masyarakat Bali yang sangat bangga bisa memiliki koleksi uang kepeng yang banyak daripada memiliki uang rupiah! 

Bagi Made Gede Koming, penduduk Gianyar, Bali, kepeng juga masih memiliki nilai yang sama dengan rupiah atau dollar, pound sterling, yen, mark, ringgit, dan berjenis duit modern lainnya. Kepeng bisa dirupiahkan. Bahkan, beberapa jenis kepeng bernilai tukar lebih mahal, sekitar 200-300 ribu rupiah per keping. Kepeng yang bergambar tokoh-tokoh wayang seperti Arjuna dan Bima serta gambar binatang seperti jaran dan gajah, misalnya, dianggap memiliki tuah. Malah ada sejenis kepeng yang disebut paica, yang dianggap sebagai anugerah kekuatan tertentu.
Keterkaitan masa lalu dengan masa kini, pada masyarakat Bali, sangat kental. Masyarakat Bali yang beragama Hindu masih mengusung pola hidup yang erat kaitannya dengan para leluhur. Kawitan merupakan istilah yang digunakan sebagai sebutan tentang keterkaitan itu. Seorang warga Hindu Bali dianggap tidak bisa lepas dari ikatan asal (wit, ane mula), baik dengan leluhur maupun desa kelahiran. Masyarakat Bali yang terkait dengan uang kepeng ini mengenal, paling tidak, lima jenis pis bolong. Ada yang disebut pis lumrah (uang bolong yang paling banyak ditemukan beredar), pis krinyah atau mas (berwarna kuning), pis kuci atau jepun (berwarna hitam, diperkirakan dari Jepang masa lalu), pis lembang (permukaannya rata), dan pis wadon (wadon sangka, bermotif; wadon sari, biasa dipakai untuk pelengkap sajen).
Selanjutnya, disebutkan ada lima gaya tulisan yang ditemukan dalam kepeng Cina: 1) zhuan shu (seal script style), gaya tulisan melengkung menyerupai materai, yaitu gaya tulisan tertua yang dipakai pada masa Dinasi Sui dan sebelumnya; 2) li shu (square plain script style), gaya tulisan persegi; 3) kai shu (regular script style), gaya tulisan baku; 4) xing shu (running script style), gaya tulisan sambung; dan 5) cao shu (cursive script style), gaya tulisan miring. Di pasar uang kepeng, misalnya di Gianyar, masyarakat mengenal jumlah kepeng tertentu yang dijual secara ikatan. Uang kepeng, untuk memudahkan pendistribusiannya, sekaligus juga berkaitan dengan kepercayaan tertentu, diikat dengan benang tukelan untuk kepeng yang jumlahnya 25 (selae keteng), diikat dengan tali tali bambu (200 biji, satak keteng), dan diikat dengan tali ampen, tali serat (1.000 biji, siu keteng). Uang kepang dianggap memiliki unsur-unsur panca datu (lima jenis logam): emas, perak, tembaga, besi, dan logam campuran.
 Kelima unsur tadi, menurut Sudana dan Budiastra (1999) bertalian dengan konsep keseimbangan dunia dalam faham agama Hindu. Emas di Barat, perak di Timur, tembaga di Selatan, dan besi di Utara. Sedangkan di tengah-tengah adalah besi campuran. Semua itu dihubungkan dengan posisi nama-nama dewa Mahadewa, Iswara, Brahma, Wisnu, dan Syiwa dalam kepercayaan Hindu. Oleh karena itu, uang kepeng biasa dijadikan sebagai pengganti unsur-unsur logam tersebut. Uang kepang dianggap memiliki unsur-unsur panca datu (lima jenis logam): emas, perak, tembaga, besi, dan logam campuran. Kelima unsur tadi, menurut Sudana dan Budiastra (1999) bertalian dengan konsep keseimbangan dunia dalam faham agama Hindu. Emas di Barat, perak di Timur, tembaga di Selatan, dan besi di Utara. Sedangkan di tengah-tengah adalah besi campuran. Semua itu dihubungkan dengan posisi nama-nama dewa Mahadewa, Iswara, Brahma, Wisnu, dan Syiwa dalam kepercayaan Hindu. Oleh karena itu, uang kepeng biasa dijadikan sebagai pengganti unsur-unsur logam tersebut.

Perwujudan, Jimat, dan Permainan
Penggunaan kepeng bisa ditemukan dalam berbagai bentuk benda upacara di Bali. Benda-benda upacara seperti canang sari, penyugjug, sapsap, orti, banten penyeneng, kewangen, adalah sajen dan sejenisnya yang dilengkapi kepeng. Jumlah uang kepeng yang melengkapi benda-benda tersebut bermacam-macam. Pada masyarakat Hindu di Bali ada kepercayaan tentang kekuatan tertentu yang dilambangkan dengan bentuk tertentu pula. Arca perwujudan (praraga) termasuk jenis patung perlambangan tersebut. Arca ini, umumnya, dibuat dari bahan kayu cendana untuk bagian kepala dan “dalaman” tubuh patung. Sebuah patung Sri Sedana bisa menghabiskan 1.000 biji uang kepeng.
Untuk pembuatan patung Sri Sedana yang ditujukan sebagai alat pemujaan, menurut seorang pembuatnya, bisa menghabiskan modal dasar sekitar Rp 4.000.000,00. Uang kepeng, di antaranya dianggap menyimpan kekuatan yang bisa dipakai sebagai jimat. Jenis kepeng yang disebut kepeng paica adalah salah satu di antara yang dianggap sebagai jimat. Kepeng ini bisa dimiliki oleh seseorang melalui kegiatan semedi, sebagai  anugerah dari kekuatan tertentu kepada orang khusus. Kepeng rerajahan dengan gambar Arjuna, konon, memiliki fungsi sebagai pengasih-asihan. Kepeng Bima untuk kedigjayaan. Kepeng jaran untuk kecepatan. Kepeng gajah untuk kekuatan.
Para wanita Bali yang memiliki kepercayaan terhadap jimat, suka menyimpan kepeng rerajahan bergambar bulan. Pis bulan, sebutan untuk kepeng rerajahan ini, kata sementara orang, berfungsi sebagai pengikat para suami supaya tetap menyayangi istrinya. Begitu banyak keterkaitan masyarakat Hindu di Bali dengan uang kepeng. Untuk menghias bangunan profan, baik yang tradisional maupun modern, para seniman Bali membuat tiruan uang kepeng dalam ukuran yang amat besar. Kefanatikan sebagian masyarakat Bali terhadap uang kepeng, terutama yang masih tampak pada kaum tua adalah kebanggaan mereka memiliki jumlah uang kepeng yang banyak. 
Demikian resume yang saya buat, semoga bermanfaat bagi kita semua, semoga bermanfaat bagi kita semua. sekian dan terimakasih.
 

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar