RESUME
UANG KEPENG DI BALI
Drs.
Jajang Suryana. M.Si
Pendidikan Seni Rupa
Diresume
Oleh
Ketut Ariningsih (1111031197)
KELAS
E
SEMESTER
VI
JURUSAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN GANESHA
2014
Saturday, 29 August 2009
By
Drs. Jajang Suryana. M.Si
Diresume
Oleh
Ketut Ariningsih
1111031197
Panji Koming dan Pailul, tokoh kartun ciptaan Dwi Koendoro,
masih menggunakan uang "kepeng" untuk kegiatan transaksi jual beli
mereka. Kedua tokoh tersebut adalah tokoh zaman Nusantara Lama yang dihadirkan
kembali untuk “menyungging” kehidupan masa kini oleh pekartunnya dalam koran Kompas
Minggu. Uang kepeng, bagi mereka, adalah nyawa kehidupan sehari-hari. Jauh
setelah zaman Panji Koming, di Bali, uang kepeng masih memiliki harga yang
tinggi. Bahkan, banyak masyarakat Bali yang sangat bangga bisa memiliki koleksi
uang kepeng yang banyak daripada memiliki uang rupiah!
Bagi Made Gede Koming, penduduk Gianyar, Bali, kepeng juga
masih memiliki nilai yang sama dengan rupiah atau dollar, pound sterling, yen,
mark, ringgit, dan berjenis duit modern lainnya. Kepeng bisa dirupiahkan.
Bahkan, beberapa jenis kepeng bernilai tukar lebih mahal, sekitar 200-300 ribu
rupiah per keping. Kepeng yang bergambar tokoh-tokoh wayang seperti Arjuna dan
Bima serta gambar binatang seperti jaran dan gajah, misalnya, dianggap
memiliki tuah. Malah ada sejenis kepeng yang disebut paica, yang
dianggap sebagai anugerah kekuatan tertentu.
Keterkaitan masa lalu dengan masa kini, pada masyarakat
Bali, sangat kental. Masyarakat Bali yang beragama Hindu masih mengusung pola
hidup yang erat kaitannya dengan para leluhur. Kawitan merupakan istilah
yang digunakan sebagai sebutan tentang keterkaitan itu. Seorang warga Hindu
Bali dianggap tidak bisa lepas dari ikatan asal (wit, ane mula), baik
dengan leluhur maupun desa kelahiran. Masyarakat Bali yang terkait dengan uang
kepeng ini mengenal, paling tidak, lima jenis pis bolong. Ada yang disebut pis
lumrah (uang bolong yang paling banyak ditemukan beredar), pis krinyah
atau mas (berwarna kuning), pis kuci atau jepun (berwarna
hitam, diperkirakan dari Jepang masa lalu), pis lembang (permukaannya
rata), dan pis wadon (wadon sangka, bermotif; wadon sari,
biasa dipakai untuk pelengkap sajen).
Selanjutnya, disebutkan ada lima gaya tulisan yang ditemukan
dalam kepeng Cina: 1) zhuan shu (seal script style), gaya tulisan
melengkung menyerupai materai, yaitu gaya tulisan tertua yang dipakai pada masa
Dinasi Sui dan sebelumnya; 2) li shu (square plain script style),
gaya tulisan persegi; 3) kai shu (regular script style), gaya
tulisan baku; 4) xing shu (running script style), gaya tulisan
sambung; dan 5) cao shu (cursive script style), gaya tulisan
miring. Di pasar uang kepeng, misalnya di Gianyar, masyarakat mengenal jumlah
kepeng tertentu yang dijual secara ikatan. Uang kepeng, untuk memudahkan
pendistribusiannya, sekaligus juga berkaitan dengan kepercayaan tertentu,
diikat dengan benang tukelan untuk kepeng yang jumlahnya 25 (selae
keteng), diikat dengan tali tali bambu (200 biji, satak keteng), dan
diikat dengan tali ampen, tali serat (1.000 biji, siu keteng). Uang
kepang dianggap memiliki unsur-unsur panca datu (lima jenis logam):
emas, perak, tembaga, besi, dan logam campuran.
Kelima unsur tadi,
menurut Sudana dan Budiastra (1999) bertalian dengan konsep keseimbangan dunia
dalam faham agama Hindu. Emas di Barat, perak di Timur, tembaga di Selatan, dan
besi di Utara. Sedangkan di tengah-tengah adalah besi campuran. Semua itu
dihubungkan dengan posisi nama-nama dewa Mahadewa, Iswara, Brahma, Wisnu, dan
Syiwa dalam kepercayaan Hindu. Oleh karena itu, uang kepeng biasa dijadikan
sebagai pengganti unsur-unsur logam tersebut. Uang kepang dianggap memiliki
unsur-unsur panca datu (lima jenis logam): emas, perak, tembaga, besi,
dan logam campuran. Kelima unsur tadi, menurut Sudana dan Budiastra (1999)
bertalian dengan konsep keseimbangan dunia dalam faham agama Hindu. Emas di
Barat, perak di Timur, tembaga di Selatan, dan besi di Utara. Sedangkan di
tengah-tengah adalah besi campuran. Semua itu dihubungkan dengan posisi
nama-nama dewa Mahadewa, Iswara, Brahma, Wisnu, dan Syiwa dalam kepercayaan
Hindu. Oleh karena itu, uang kepeng biasa dijadikan sebagai pengganti
unsur-unsur logam tersebut.
Perwujudan, Jimat, dan Permainan
Penggunaan kepeng bisa ditemukan
dalam berbagai bentuk benda upacara di Bali. Benda-benda upacara seperti canang
sari, penyugjug, sapsap, orti, banten penyeneng, kewangen, adalah sajen dan
sejenisnya yang dilengkapi kepeng. Jumlah uang kepeng yang melengkapi
benda-benda tersebut bermacam-macam. Pada masyarakat Hindu di Bali ada
kepercayaan tentang kekuatan tertentu yang dilambangkan dengan bentuk tertentu
pula. Arca perwujudan (praraga) termasuk jenis patung perlambangan
tersebut. Arca ini, umumnya, dibuat dari bahan kayu cendana untuk bagian kepala
dan “dalaman” tubuh patung. Sebuah patung Sri Sedana bisa menghabiskan 1.000
biji uang kepeng.
Untuk pembuatan patung Sri Sedana
yang ditujukan sebagai alat pemujaan, menurut seorang pembuatnya, bisa
menghabiskan modal dasar sekitar Rp 4.000.000,00. Uang kepeng, di antaranya
dianggap menyimpan kekuatan yang bisa dipakai sebagai jimat. Jenis kepeng yang
disebut kepeng paica adalah salah satu di antara yang dianggap sebagai
jimat. Kepeng ini bisa dimiliki oleh seseorang melalui kegiatan semedi,
sebagai anugerah dari kekuatan tertentu
kepada orang khusus. Kepeng rerajahan dengan gambar Arjuna, konon, memiliki
fungsi sebagai pengasih-asihan. Kepeng Bima untuk kedigjayaan. Kepeng jaran
untuk kecepatan. Kepeng gajah untuk kekuatan.
Para wanita Bali yang memiliki
kepercayaan terhadap jimat, suka menyimpan kepeng rerajahan bergambar bulan.
Pis bulan, sebutan untuk kepeng rerajahan ini, kata sementara orang, berfungsi
sebagai pengikat para suami supaya tetap menyayangi istrinya. Begitu banyak
keterkaitan masyarakat Hindu di Bali dengan uang kepeng. Untuk menghias
bangunan profan, baik yang tradisional maupun modern, para seniman Bali membuat
tiruan uang kepeng dalam ukuran yang amat besar. Kefanatikan sebagian
masyarakat Bali terhadap uang kepeng, terutama yang masih tampak pada kaum tua
adalah kebanggaan mereka memiliki jumlah uang kepeng yang banyak.
Demikian resume yang saya buat, semoga bermanfaat bagi kita semua, semoga bermanfaat bagi kita semua. sekian dan terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar